Tampilkan postingan dengan label Novel | Naratif Eksposisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Novel | Naratif Eksposisi. Tampilkan semua postingan

Gadis kecil dengan bukan bonekanya

Doc : https://aufklarung.files.wordpress.com/2023


author : Siti Nur Aryani 

Gadis cilik itu beranjak cepat ke daun jendela yang terbuka saat terdengar mobil berhenti. Sambil satu kaki menapak di tulang jendela, kaki lain menginjak lengan kursi, bocah celingukan memperhatikan siapakah yang turun dari mobil. Maklum, keadaan sekitar halaman di seperempat malam itu tidak tersorot rembulan.

Ketika yang turun sosok bertubuh gempal berkaki empat berkulit coklat tua, bocah berteriak, "sapi..sapi..!" Namun teriakannya itu tercekat. Batal rasa girang begitu melintas pikiran kalau esok sapi akan disembelih. Gadis cilik segera ke kamar, berpura-pura lupa dengan apa yang baru dilihatnya. Bantal basah karena tangisnya.

Pagi sekali bocah harus menemani ibu ke pasar. Tidur memang telah melupakan sementara apa yang membuat gundah semalam. Tapi saat hendak turun ke halaman, duar! gadis cilik kaget. Tak mengira kalau dalam terang tubuh sapi ternyata sangat besar. Begitu pun sapi, kaget berpapasan wajah dengan bocah.

Sambil menunggu ibu menyetater motor, bocah berusaha mendekati sapi. Sapi bereaksi mundur, tak suka didekati. Merasakan getaran tubuh dan geraman ketaksukaan sapi, tidak menyurutkan bocah untuk mendekat. Bocah naik ke atas bangku yang bertengger di situ.

Perlahan ia ulurkan tangannya ke arah dahi sapi. Sapi melengos. Tidak menyerah, bocah terus mencoba sampai sapi merasa nyaman dibelai. Setelah sapi terlihat tenang, bocah lantas menyentuhkan kepalanya ke kepala sapi, cukup lama sambil mencium dan membelai-belai mata sapi yang besar.

Merasa cukup membelai, bocah minta ibu menunggunya sambil izin ke belakang. Saat kembali, bocah membawa seember penuh air. Berjalan menuju sapi, bocah tak peduli reaksi curiga sapi. Tapi belum juga ember sampai di depan mulut sapi, lidah sapi yang sedari tadi berbusa mengisyaratkan dahaga, menjulur-julur hendak menyusup air. Bocah terharu, sapi memang kehausan. Air di ember nyaris habis saat itu juga.

Bocah tahu dalam hitungan 12 jam lagi sapi akan disembelih. Dalam nurani, meski waktu sembelih tinggal 1 detik tetapi jika sapi menunjukkan kehausan, bocah tak akan berdiam diri tidak mengusahakan air minum untuknya.

Kejadian kontras muncul ketika esoknya ibu dan bocah berada di lapangan sholat ied. Lapangan tempat sholat selalu indah dengan kehadiran anak-anak. Salah satunya seorang anak tetangga tak henti memeluk boneka. Sebuah boneka sapi seukuran badan si anak. Di tengah khutbah, anak itu menangis tak kunjung berhenti. Rupanya si anak ketakutan melihat sapi yang bergerak-gerak tak jauh dari tempat duduk mereka.

Di zaman ketika kita membiarkan waktu bagi diri dan anak-anak kita tergerus di segenggam ponsel, dunia kelak justru semakin menyusahkan anak bila kita mencekoki mereka dengan mainan tiruan, seperti boneka atau tontonan manusia, tumbuhan, dan hewan cukup dari gambar atau tayangan di ponsel. Alih-alih memberikan pengalaman palsu dan nir-indera, anak sebaiknya diperkenalkan dengan piaraan hidup misalnya tumbuhan atau hewan, dan diajari tanggung jawab memeliharanya.

Ibu gadis kecil ini tahu dirinya belum bisa memaksakan pemahaman utuh mengenai pengertian kurban kepada anaknya. Mengapa hewan-hewan disembelih secara 'massal' dan serentak waktunya. Tetapi ibu ini tidak mau kehilangan kesempatan untuk meneladankan perbuatan merawat, memelihara, dan berbelas kasih terhadap sesama dan semua makhluk hidup sekitar kepada anaknya sedini mungkin.

Sepulang dari pasar, ibu kedatangan teman petani dari kampung seberang bukit. Pak petani datang untuk menjemput sapi di halaman rumah. Dia membawa dua bonggol petai dan tiga buah pepaya. Pak tani agak mengeluhkan berkurangnya hewan kurban tahun ini. Karenanya dia harus siap-siap dengan ulah nakal sekumpulan pemuda. Setiap iedul kurban, pak tani masih belum bisa mengatasi para pemuda itu yang sengaja menyembelih hewan terlarang sebagai protes jika mereka tidak kebagian pemberian daging.

Pak tani juga menyayangkan sikap sebagian besar tetangganya yang selalu mendahulukan pemberian kepada kelompoknya yang masih mampu dan cukup, bahkan sampai menelantarkan orang-orang yang justru benar-benar membutuhkan. Akibatnya, selalu saja ada kecemburuan sosial dari sebagian besar mereka. Kasus sekumpulan pemuda itu adalah contoh kasus ekstrem.

Ibu sengaja membiarkan anak gadis kecilnya yang sedang membantu mengisi cangkang ketupat, mendengarkan percakapan dirinya dan Pak Tani. Ibu membenak entah kapan gadis kecilnya memahami makna berkurban secara utuh. Untuk saat ini ibu berharap ada pengertian yang tertangkap anaknya, bahwa: anaknya telah menunjukkan belas kasih kepada sapi sebagai makhluk Allah. Dengan dikurbankan atas nama Allah sapi juga telah menjalankan tugasnya dengan baik yaitu menjadi sumber makanan yang baik dan toyib bagi manusia yang kurang dan tak mampu. Keserakahan menumpulkan empati terhadap orang lain. Kemiskinan pengetahuan paling sering merangsang iri dan kecemburuan.

Dari kisah teladan seorang ayah yaitu Nabi Ibrahim as yang hendak mengurbankan anak yang dicintainya, yakni Nabi Ismail as, ibu si bocah berharap seiring waktu anaknya juga memahami bahwa peristiwa kurban sebagai sikap melepaskan sesuatu yang dicintai semata demi ketaatan kepada Allah SWT sekaligus mewujudkan kebermanfaatan bagi orang-orang miskin. Dengan cinta kita merawat, memelihara, dan berbelas kasih. Dan demi cinta kita melepas apa yang telah dirawat, dipelihara, dan dibelaskasihi.*** 




  • URL https://aufklarung.wordpress.com/2023/07/02/gadis-kecil-dengan-bukan-bonekanya/
  • Portalkata Indonesia

Share:

Sutan Irawansyah

 



Cinta dan berkelana dalam pilihan

pada tanggal Januari 12, 2023

Manusia dalam istilah bahasa Arab diberi nama insan disebabkan mereka mempunyai potensi takhyir, memilih. Antara taat atau maksiat, surga atau neraka, celaka atau bahagia, sedih atau duka, maka manusia dapat memilih nya, mana yang akan mereka ambil disitu mereka akan merasakan akibatnya. Demikian penentuan ujung takdir selalu ada dalam ruang pilihan, manusia diberi potensi untuk menentukan yang mereka inginkan. Jika ingin bahagia yaa surga, jika ingin celaka yaa neraka, sederhana.

Artinya kita diberi ruang oleh Allah antara kita dan takdir diujung jalan. Sebab itu manusia dan Allah selalu ada kerja sama dalam penentuan tardir manusia. Bahagia dan tidak itu tergantung manusia mengambil yang mana? Taat atau maksiat, bahagia atau celaka? Namun bukan berarti berkelana dalam pilihan itu Allah tidak menentukan takdir bagi manusia, kalau tidak menentukan mengapa Allah selalu menghadirkan resiko dari pemilihan nya itu? Dan bahkan Allah sendiri jauh sebelum manusia memilih sudah tahu mana yang akan di pilih oleh mereka. Maka pada akhirnya apa? Kita berlari dari takdir Allah yang satu menuju takdir Allah yang lain, dan semua itu atas kehendak takdir Allah. 

Ketika kita memilih jalan taqwa maka itu takdir Allah, dan tatkala kita memilih jalan durhaka, bentar dulu, itu adalah pilihan mu, meski Allah tau mana yang akan kamu pilih. Karena pada akhirnya tidak ada yang dapat selangkah lebih awal selain selalu dibawah bayang bayang takdir. Itulah mengapa takdir selalu misteri, karena kita di beri pilihan dari beragam macam tawaran. Diberi ruang untuk menyusun cita dan rencana. 

Demikian juga ruang gerak dalam cinta, kita akan selalu di beri ruang untuk memilih. Seperti yang dilakukan seorang perempuan yang mengadu pada Aisyah dan seorang perempuan lain bernama Habibah Binti Sahl. 

Seperti dikisahkan lewat riwaya Imam Al Bukhari sosok Habibah binti sahl ini merupakan istri dari Tsabit ibn Qais yang menghadap pada Nabi lalu mengatakan, "Wahai Rasulullah, aku tidak mencela akhlak dan agamanya, tapi aku aku tidak suka kekufuran dalam Islam." Lalu Nabi menyuruh mengembalikan kebun Tsabit dan Tsabit menerima kemudian menthalaqnya. Dalam redaksi lain Habibah menghadap Nabi dengan berkata, "tampaklah apa yang tidak aku ketahui pada malam pengantin kamu. Aku pernah melihat beberapa orang laki-laju, namun suamiku adalah lelaki yang paling hitam kulitnya, pendek tubuhnya, dan paling jelek wajahnya. Tidak aku temukan kebagusan pada dirinya. Aku tidak mengingkari kebagusan akhlak dan agamanya, wahai Rasulullah. Namun aku takut menjadi kufur jika tak bercerai darinya. Aku takut jika terus menerus bermaksiat padanya karena ketidaktaatan pada suami, dan aku tahu itu menyalahi perintah Allah Swt."

Dalam redaksi Habibah ia mengerti kemampuan dirinya dan tahu segala resiko yang kemungkinan besar akan terjadi sebagai konsekuensi dari bertemuanya realita kondisi yang ia hadapi dengan watak, sifat dan karakter dirinya. Habibah memilih jalan taqwa dengan bercerai dari Tsabit, yang dipilih bukan tanpa resiko. Dan bersuamikan Tsabit pun lebih lebih sulit dia tangguhkan, karena akan menuntut kesabaran yang panjang, dan dia tahu potensi dirinya, bahwa itu tak sanggup dijalani dan berpotensi kufur pada Ilahi Rabbi. Begitulah selalu ada ruang dan ruang itu bernama pilihan-pilihan. 

Alkisah seorang remaja mengadu pada Aisyah karena dinikahkan oleh ayahnya dengan lelaki yang tidak dia sukai karena alasan ingin keluarganya terangkat martabatnya melalui anaknya itu. Lalu Aisyah mengajaknya untuk duduk, hingga tak lama Rasulullah pun datang, kemudian mengutus seseorang untuk memanggilkan ayahnya supaya menghadap Rasulullah. Tatkala ayah itu hadir di hadapan Rasulullah, beliau menyerahkan kembali urusan pernikahan kepada sang gadis. Namun gadis itu berkata, "Wahai Rasulullah sebenarnya aku sudah ridha apa yang dipilihkan ayahku untuk ku. Hanya saja aku ingin memberitahukan, bahwa perempuan memiliki hak dalam masalah ini."

MasyaAllah perempuan ini. Ia menjelaskan bahwa perempuan punya hak dalam menolak pilihan orang tua, namun ada kemuliaan dalam mentaati orang tua. Tentu bukan tanpa resiko, karena memilih jalan kedua, harus membangun cinta sedari awal dari titik ketidaksukaan. Sekali lagi, begitulah selalu ada ruang antara rangsangan dan tanggapan. Dan ruang itu berisi pilihan. Disini terungkap mengapa takdir selalu msiteri? Karena supaya kita memilih diantara ragam tawaran. 

Namun perlu diingat bahwa memilih mestilah mandiri, kita memiliki hak untuk memilih dan menentukan, jangan ingin dipilihkan apalagi ditentukan, mengapa? Jika yang pertama itu mandiri tapi yang kedua itu di kendalikan. Yang pertama tentu akan memilih sesuai potensi dan kekuatan dirinya dalam menentukan jalan yang akan ditempuh, namun yang kedua dia dipilih bukan karena dirinya sendiri melainkan karena di tentukan oleh bayang bayang orang lain, akhirnya dia terus dalam kesulitan, terseret arus, terbawa gelombang, hal ini terjadi disebabkan tidak merasa memiliki pada pilihan sendiri. Bukan berarti ketika di hadapan pilihan orang tua kita boleh jadi penentang mereka. Bukan, bukan tentang itu, tapi ini tentang kemandirian dalam memilih yang harus di bangun sejak awal agar kita memiliki kuasa pada oilihan kita sendiri. Dimulai dari visi yang jelas hingga menyusun masa depan dengan terencana dan tersusun seapik mungkin. Begitulah jalan cinta selalu berkelana dalam pilihan. Dan itu butuh keberanian. 


Share:

Jalani Aja Dulu.

 

DOC : Pexel.com


| Dua insan manusia, dipertemukan pada waktu yang tepat, tumbuh rasa ragu , dari permasalahan yang dulu, keluarga merestui, tapi orang banyak mencibir. Mereka memaksakan untuk jalani aja terlebih dahulu.

Terkapai dalam pelukan
Tersyum merona pipimu
Terbesit sebuah harapan
Tentang waktu yang telah lama berlalu

Pikirku, ragumu adalah senyuman
Karena kesalahan aku yang dahulu
Desah mu, adalah sebuah cacian

Padahal mereka mengetahui

Tersyum merona pipimu
Terbesit sebuah harapan
Tentang waktu yang telah lama berlalu

Meski banyak orang yang mencibir.

Share:

My Preanger



Puntang The Preanger

Sebuah kisah tentang keluarga Hindia Belanda, hidup bersama rakyat di Bandung Selatan. Hamparan gunung Puntang dengan pemandangan Mega yang Indah namun menyimpan banyak misteri, mulai dengan kisah pemandian Raden Pamanah Rasa seringkali memberikan sajian sejarah yang penuh dengan rasa heran disetiap penikmat kisahnya. Serta kisah para hilangnya jasad peneliti serta ilmuan De geroot yang membuat radar untuk berkomunikasi antara lintas negara dengan yang kita kenal Radio Malabar. 


Silaing Orang Mana' sebuah kalimat dalam bahasa sunda, dengan makna kamu orang berasal dari mana. Mengangkat sisilian dari keindahan gunung Puntang, tidak sedikit yang mendengar bahwa ada seorang anak yang hilang dalam sebuah perjalanan menuju puncak gunung. 

Selalu terdengar bunyi radar radio yang tidak pernah berhenti. Tanpa diketahui dimana suara itu terdengar.kesalahan yang paling patal ketika menjawab pertanyaan itu, Silaing Orang Mana' adalah suatu mitos yang beredar dikalangan masyarakat, jangan pernah menjawab kamu dari mana. Hiraukan saja. 

Ternyata pertanyaan itu memberikan kisah lain terhadap para pengunjung digunung puntang, bahwa ada banyak anak-anak dan keluarga keturunan Hindia Belanda yang seringkali ditelepon melalui radar Malabar, tanpa adanya balasan komunikasi. 

My Preanger ; parahyangan; menjelaskan tentang kesalah fahaman dalam berkomunikasi seringkali menghadirkan pertikaian dan malapetaka yang berujung kematian, dendam, dan permusuhan. 

Serta kisah cinta yang berhujung amarah, ketulusan cinta seorang perempuan désa, yang berujung maut. Menghadirkan dendam mendalam diantara kedua keluarga. Siapa yang memulai dia yang menuai, sampai akhirnya mereka meninggal ditangan para pelerai karena orang-orang mulai menghakimi, bahwa adanya ketidak Adilan tentang kisah yang larut-larut dan luka yang membawa petaka terhadap yang lainnya. 

Namun diakhir sumpah tentang cinta yang terus membara, setiap anak dari para keturunannya dibolehkan mencari sosok pendamping dari orang yang lebih muda dari dirinya. dan dia bukan dari keturunan orang Silaing.

Share: